Saturday, September 4, 2010

Mengapa Jadi Anti-rasionalis dalam Beragama?

Author: Ioanes Rakhmat
Pemerhati perkembangan sains

Dalam otak manusia, terdapat banyak struktur dan sirkuit neurologis rumit yang menjadi suatu objek kajian dari ilmu yang dinamakan neurosains. Ketika fokus neurosains ditujukan pada relasi antara aktivitas sirkuit-sirkuit neurologis dalam otak dan perilaku beragama, muncullah sebuah disiplin ilmu yang dinamakan neuroteologi.





dua ekor binatang bertarung dalam otak manusia:
siapa kuat, dia menang!


Menurut neuroteologi, perilaku beragama anti-rasionalis fundamentalis ditimbulkan oleh aktivitas neurologis sangat kuat pada sirkuit amygdala yang menjadi suatu bagian neurologis dari sistim limbik otak manusia. Sebaliknya, perilaku beragama rasionalis ditimbulkan oleh aktivitas yang kuat pada sirkuit frontal lobes dalam organ otak manusia. Jika sirkuit frontal lobes diaktifkan bersamaan dengan sirkuit anterior cingulate, maka orang akan dapat beragama rasionalis sekaligus memiliki cinta, bela rasa dan empati yang tinggi terhadap kehidupan sesama.

Agresif mematikan

Amygdala dan sistim limbik secara keseluruhan adalah suatu bagian otak paling tua dalam sejarah evolusi biologis otak manusia, terbentuk sekitar 450 juta tahun lalu, dan sudah menguasai kehidupan manusia sejak 150 juta tahun yang lalu. Jika aktivitas amygdala meningkat, maka gelombang ketakutan dan kecemasan menyerbu anda, karena zat-zat neuro-kimiawi yang destruktif mengalir deras masuk ke dalam otak. Jika orang berpikir negatif tentang dirinya sendiri, atau memandang kehidupan ini dengan negatif, aktivitas di dalam amygdala makin meningkat. Ketika dirangsang secara berlebihan, amygdala dalam sistim limbik otak menciptakan suatu impresi emosional tentang suatu Allah yang menakutkan, otoritatif, egoistik, agresif, pemaksa, pendendam, pemarah dan penghukum, dan menekan serta mematikan kemampuan frontal lobes untuk berpikir logis mengenai Allah.

Thursday, September 2, 2010

Filosofi Sipakatau dan Budaya Siri’ na Pesse’ dalam Masyarakat Bugis-Makassar

Pinisi, kapal laut kebanggaan orang Bugis-Makassar


Author: Jenifer Astin S. Ladja
Sarjana teologi, bekerja di Yayasan Oase Intim, Makassar

Bagaimana gambaran yang tepat mengenai wajah Indonesia jika harus dilukis? Dalam imajinasi saya, saya membayangkan sang pelukis akan melukisnya dengan sangat hati-hati, dan dengan menggunakan banyak kombinasi warna serta objek yang kompleks dan hasilnya akan sangat indah bernama “bhineka tunggal ika”. Dengan kata lain bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang majemuk (plural) dalam berbagai hal. Bahkan sering kali hal ini menjadi “nilai jual” untuk mempromosikan Indonesia. Walaupun merupakan sebuah lukisan yang indah dengan ideologi yang tampak sempurna, namun realitasnya tidak seindah yang dibayangkan, apalagi jika berkaitan dengan urusan agama.

Terpisah oleh pagar kawat

Hubungan penganut agama yang satu dengan agama yang lain, jika dianalogikan, adalah seperti hubungan sekelompok orang yang hidup dalam satu lokasi (atau satu lapangan) namun terpisah oleh pagar kawat berduri tajam. Pagar kawat berduri tersebut adalah dogma atau doktrin atau akidah masing-masing agama. Doktrin menjadi pemisah antara yang satu dengan yang lainnya dan sekaligus membagi wilayah berpijak. “Hanya orang yang berpijak pada tanah ini yang akan selamat, karena pada tanah inilah keselamatan akan datang. Tuhan hanya ada di lokasi kami, orang yang ada di balik pagar tidak memperoleh keselamatan.” Ya, kira-kira seperti itulah gambaran keberagamaan di Indonesia secara umum. Dari balik pagar kawat berduri, masing-masing komunitas dapat saling memandang tapi tidak dapat saling “menjangkau.”/1/ Siapa yang mencoba untuk melampaui pagar akan terluka dan terasing dari komunitasnya sendiri. Inilah yang disebut oleh Ishak Ngeljeratan hidup bersama tapi tidak bersesama./2/ Semua orang dapat hidup bersama, tapi tidak semua orang dapat hidup “bersesama”. Bersesama berarti memperlakukan orang lain sebagai sesama manusia yang perlu dihargai dan dilayani.

Perdebatan paling pelik di antara para penganut agama adalah persoalan keselamatan di surga. Semua penganut agama mengklaim bahwa merekalah yang memiliki keselamatan dan itu berarti tidak ada tempat bagi orang lain di surga. Extra ecclesiam nulla sallus (“Di luar gereja tidak ada keselamatan”), atau “Yesus satu-satunya jalan keselamatan”, merupakan doktrin-doktrin kristen yang selama ini menjadi suatu “pagar kawat” yang memisahkan umat Kristen dari umat-umat yang lain. Demikian pun sebaliknya dalam agama-agama lain.